Monday, April 11, 2016

Kemewahan, narkoba jenis terbaru?

(Gambar: Gallerian, Red)
Turun dari mobil Alphard, pintu dibukakan oleh supir, tas laptop dibawakan oleh supirnya menuju pintu masuk dan kelak akan dibawakan lagi oleh ajudan pribadinya menuju ruangan di kantor tersebut. Pulang dari kantor kembali menuju rumah seharga 10 Miliar, yang terletak di perumahan termahal di kota tempat ia tinggal, mengadap ke gunung Salak, dan pintu dan garasipun dibukakan oleh 3 pembantu di rumah tersebut. Mewah sekali hidupnya, setidaknya itulah yang rata-rata orang pikirkan.
Tapi apakah arti kemewahan itu sendiri? Seperti biasa ketika saya melihat KBBI, saya lagi-lagi terkejut membaca pengertian akan mewah itu sendiri “serba banyak, serba indah, serba BERLEBIH”, jadi bisa saya simpulkan kemewahan itu adalah jika benda itu berlebihan, yang setau saya apapun yang berlebihan tidak pernah baik efeknya, kecuali ibadah.
Taukah kalian, bahwa saya sendiri suka dengan hal mewah, seperti memiliki mobil Fortuner terbaru seharga 500jt, memiliki rumah(hanya untuk ditinggali) lebih dari 1, dilayani oleh pembantu, mempunyai playstation 4, memakai Iphone 6S, d.l.l. Tapi walaupun saya menikmatinya, saat itu pula saya tahu bahwa saya sedang tenggelam dalam kemanjaan oleh kelemahan. Dan saya harus berhati-hati, karena semakin saya bergantung pada benda-benda mewah di atas maka akan semakin manja saya kedepannya. Saya akan merasa saya pantas memilikinya, dan merasa tidak senang ketika saya tidak memilikinya, dan hati saya akan jengkel dan bukan tidak mungkin terakhir saya harus berhutang untuk menutupi kelemahan saya tadi.
Dan sedihnya, tidak sedikit orang-orang yang melakukan ini! Ketika seseorang yang sebenarnya belum mampu untuk membeli Iphone 6 memaksakan dirinya untuk membelinya dengan mencicil, ketika seseorang yang sebenarnya tidak butuh mobil Fortuner namun mencicilnya dengan jangka waktu 5 tahun, dan bahkan orang yang mencicil rumah yang sebenarnya tidak mampu untuk ia beli selama 15 tahun!
Karena itu dari beberapa cerita di atas, saya menyimpulkan bahwa ada cara untuk mempertemukan antara kemewahan dengan kenyataan, tanpa menjadi budak darinya, hanya dengan mengerti konsep bahwa “kemewahan itu adalah seperti obat-obatan(narkoba).” Credit to: Mrmoneymustache
Jangan panik dulu, kita semua sudah mencobanya dalam bentuk yang berbeda-beda bukan, kopi dengan kafeinnya yang memberikan kita tambahan tenaga jika diminum sekali sehari, teh yang memberi kita kesegaran dengan teinnya, paracetamol yang menurunkan suhu badan kita dengan cara membuat kita mengantuk, dan beberapa obat-obatan lainnya. Dan inti dari semua obat-obatan tersebut adalah mereka datang dengan porsi yang seimbang antara efek negatif dan positifnya. Hanya orang bodoh yang memakainya secara berlebihan dan melupakan ada efek negatif yang sangat berbahaya dibalik pemakaian berlebihan tersebut.
Kemewahan-pun tidak jauh berbeda dengan obat-obatan tadi. Saya ingat beberapa hari yang lalu saya pergi ke mall termewah di Jakarta dengan mencharter mobil, memakan makanan yang sangat nikmat disusul dengan harganya J, dan kemudian bermalam di hotel bintang 5 yang pelayanannya sangat memuaskan. “Hidupku begitu mewah” begitu pikirku dalam hati, “inilah kehidupan yang seharusnya kudapatkan! Buat apa selama ini aku berhemat dan jalan kaki atau naik angkot tiap mau kemana-mana?”
Bisa dipastikan pada saat itu obat-obatan itu sudah bekerja dengan sangat baik di tubuhku, semua reaksi kimia akan merasakan sombong, manja, dan mulai terbiasa.
Memang pengalaman itu tidak dapat dipungkiri sangat menyenangkan, namun itu adalah pengalaman yang seharusnya disimpan, dikenang, dan untuk ditertawakan, seperti ketika kita melihat foto masa pernikahan kita.
Ketika kemewahan tadi sudah merasuk kedalam diri kita, maka timbullah pernyataan-pernyataan seperti “orang sepertiku harusnya tidak tinggal di tempat seperti ini!”. “mobil seperti ini hanya dinaiki oleh karyawan kelas rendahan!”, “olahraga joging hanya untuk orang-orang yang pelit! Seharusnya mereka bermain golf!”.
Dan pada saat itulah kemampuan kita untuk bertahan hidup dan berkembang menyempit, dan secara dramatis menurun. Sama seperti obat-obatan lain, kemewahan bagus untuk dipakai sekali-sekali, tapi jika kemewahan diterapkan untuk setiap aspek kehidupan kita, apa yang akan kita capai? Ketidak warasan. Sama seperti berpikir karena aku mampu bermain golf, aku akan bermain golf setiap hari selama hidupku!
Yang lebih tidak waras lagi adalah mereka diluar sana yang memiliki masalah secara finansial dan mencari kemewahan bahkan membelinya secara kredit, sama tidak warasnya seperti orang yang sedang terkena penyakit diabetes tapi meminta 1 porsi kue dengan penuh gula diatasnya ketika akan sedang operasi.

Jadi, dengan ini saya nyatakan, perlakukanlah kemewahan dari sisi kekuatan, bukan dari sisi lemah  kita yang membuat kita menjadi lebih manja dan ketergantungan. Kemewahan yang terbaik adalah jika kita dapat menghargainya secara positif dan dilakukan sekali-sekali, ketimbang menjadikan hal itu bagian rutin dalam kehidupan kita.

No comments:

Post a Comment