Thursday, April 21, 2016

Aku tak sehebat Chairul Tanjung


Tahukah kalian siapa Chairul Tanjung? Dia merupakan pemilik Trans Corp, Bank Mega, dan Carefour di Indonesia. Perannya terhadap pembangunan negara ini tidak bisa dianggap remeh, terlihat dari betapa banyaknya bantuan sosial yang dia berikan mulai dari mendirikan sekolah gratis untuk anak-anak korban tsunami yang bernama Rumah Anak Madani(RAM), acara besar seperti “We Care Indonesia” dan “Indonesia Bisa”, menciptakan yayasan Thalasemia pada tahun 1987, program berbagi bersama sebanyak 100.000 sembako yang diselenggarakan oleh Para Group(nama perusahaan yang sekarang bernama CT Corp), dan masih banyak lagi yang mungkin tidak saya ketahui.
Pak CT memang terkenal dengan kegigihan dan keseriusannya dalam mengerjakan sesuatu, bahkan di halaman 331 beliau mengatakan bahwa dia tidak akan mau masuk ke sebuah bidang bisnis dimana dia tidak mungkin menjadi juara atau sesial-sialnya menjadi nomor dua. Apabila menjadi juara dua saja sudah tidak mungkin, lebih baik kita tidak usah masuk sama sekali.
Chairul Tanjung sendiri merupakan seseorang yang memang sudah aktif dari masa kuliahnya, terlihat dari beberapa kali dia mengadakan acara-acara besar yang tidak jarang melibatkan orang-orang penting di negara ini. Kedekatan dia terhadap SBY, Taufik Kiemas, Jusuf Kalla, dan orang penting lainnya sudah tidak diragukan lagi. Bisa dibilang dia sudah sejajar dengan presiden di negeri ini(menurut saya).
Dia juga begitu cinta kepada sekolahnya, terlihat dari cerita dia mendapatkan MURI untuk acara reuni SMAN 1 Boedi Oetomo yang dihadiri peserta terbanyak di Indoensia, yakni 10.000 orang. Dia selaku ketua ikatan alumni sekolah tersebut berjuang sebisa mungkin agar sekolah yang dulu menjadi tempatnya belajar kembali menjadi sekolah yang memiliki prestasi yang bagus, yang kebetulan beberapa tahun sebelumnya SMAN 1 Boedi Oetomo ini sempat mengalami kemunduran yang signifikan.
Membaca buku biografi Chairul Tanjung ini, membuat saya teringat betapa kecilnya saya, terutama ketika melihat dia memberikan bantuan 100 Miliar ke rakyat Indonesia, sedangkan saya untuk memberi 1 Miliar saja masih jauh sekali rasanya. Terkadang terusik juga ingatan ini dengan kata-kata hidup ini tidak adil, apa memang sudah takdirnya dia seperti itu dan saya tidak bisa seperti dia? Apa karena lahir di keluarga yang miskin lantas membuat dia lebih kuat dan gigih dibanding saya yang lahir di keluarga yang mapan dan sudah serba berkecukupan ini?
Namun kegalauan itu ternyata tidak berlangsung lama, tepat saja ketika saya membuka facebook saya melihat ada suatu cerita mengenai semut dan nabi Ibrahim yang isinya begini
“Suatu hari, ketika nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namrod, terlihat dari kejauhan ada seorang semut yang sedang membawa setetes air, melihat semut tersebut sang gagak menertawakannya dan bertanya, “Apa yang sedang kau lakukan semut? Kau tahu bahwa mustahil memadamkan kobaran api itu dengan setetes air bukan?” Semut menjawab dengan tenang,”Setidaknya dengan ini jelaslah di pihak mana aku berada”.
Cerita yang singkat namun maknanya sangat menyentuh dan tepat sekali untuk menjawab kegalauan yang saya alami. Di cerita ini jika kita telusuri lebih lanjut bahwa jelaslah jika dipikir dengan logika yang dikatakan si gagak itu benar, bahwa setetes air tidak akan bisa mematikan kobaran api yang begitu besarnya. Sama seperti kita seorang tidak akan bisa  melenyapkan masalah kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di dunia ini.
NAMUN, jauh lebih baik mencoba membawa setetes air daripada hanya diam dan melihat orang yang kita sayangi dibakar bukan? Jauh lebih baik kita mencoba untuk menghilangkan kemiskinan di sekeliling kita daripada hanya malas-malasan dan mengutuk pemerintah serta orang lain atas kemiskinan yang terjadi bukan? Dan maksud saya dengan kata di sekeliling kita itu tidak lain dan tidak bukan adalah dimulai dari diri kita sendiri! Ya, langkah paling pertama untuk menghilangkan kemiskinan di dunia ini adalah dengan memastikan bahwa kita sendiri tidak miskin!
Kita semua diciptakan ada tujuannya masing-masing, contohnya saja bayangkan kalau penulis buku Chairul Tanjung(Tjahja Gunawan) tidak menjadi penulis buku, melainkan menjadi pebisnis, mungkin saya dan kita semua disini tidak pernah tahu bahwa ada sosok yang begitu hebatnya di dalam negeri kita tercinta ini. Atau bayangkan jika semua orang adalah pemain saham dan tidak ada yang menjadi petani, bisa dibayangkan tidak ada yang bisa kita makan bukan?
Dan untuk penutup, saya akan menyampaikan cerita teman saya mengenai apa yang disampaikan oleh kakeknya tepat seminggu sebelum beliau meninggal, yang sampai sekarang kata-kata itulah yang membuat dia selalu cinta kepada negerinya, yaitu Indonesia tercinta ini. Adapun kata-kata tersebut adalah:
“Nak, kamu tahu kenapa tuhan membuat kamu lahir di Indonesia? Bukan di negara Jepang yang pertaniannya sudah bagus, atau di Arab dimana negara yang menjadi asal usul agama Islam, ataupun di Amerika yang mana merupakan negara yang maju dan sejahtera? Ya, kamu terlahir disini tidak lain dan tidak bukan untuk menjadikan negara ini menjadi lebih baik lagi! Baik dari sisi pertaniannya, agamanya, maupun sisi-sisi yang lain yang bisa kamu ubah dengan ilmu yang kamu miliki.”
Ya, kita harus sadar bahwa mengapa nafas masih berhembus dan mata masih bisa melihat ini ada dengan suatu tujuan, sama seperti sebuah game yang mana hanya akan berakhir ketika kita sudah menyelesaikan main quest dari game tersebut.
Dan selagi kita masih hidup, maka jelaslah sampai saat itu tujuan utama kita terlahir di dunia ini belum kita selesaikan ;)

No comments:

Post a Comment